Beranda | Artikel
Hal-Hal Yang Dijelaskan Kenajisannya Oleh Dalil Syariat
Senin, 6 Juli 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny

Hal-Hal Yang Dijelaskan Kenajisannya Oleh Dalil Syariat merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 15 Dzulqa’dah 1441 H / 06 Juli 2020 M.

Download kajian sebelumnya: Bab Thaharah

Kajian Tentang Hal-Hal Yang Dijelaskan Kenajisannya Oleh Dalil Syariat

Pada kajian yang sebelumnya kita sudah membahas tentang beberapa hal yang ditunjukkan oleh dalil tentang kenajisannya. Kita juga sudah singgung sebelumnya bahwa hukum asal dari segala sesuatu itu suci, kita tidak boleh mengatakan bahwa sesuatu itu najis kecuali ada dalil yang menjelaskan tentang kenajisannya. Makanya yang perlu kita ketahui adalah apa saja yang ditunjukkan oleh dalil bahwa itu najis, karena yang sisanya adalah suci. Dan kita Alhamdulillah sudah membahas beberapa hal tersebut, diantaranya:

Pertama, tentang kotoran manusia baik yang keluar dari jalan depan ataupun yang keluar dari jalan belakang. Ada dalil-dalil yang menunjukkan tentang kenajisannya.

Kedua, kita juga sudah membahas tentang darah haid. Darah haid disepakati oleh para ulama tentang kenajisannya.

Ketiga, kotoran hewan yang haram dimakan. Ada dalil yang menunjukkan kenajisannya, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah diberikan kotoran himar yang telah kering untuk digunakan istinja’, beliau mengatakan: “Sesungguhnya kotoran hewan himar atau keledai itu adalah najis. Karena keledai ini hewan yang haram dimakan, maka para ulama mengatakan semua hewan yang haram dimakan maka kotorannya pun hukumnya sama, yaitu najis.

Keempat, kita juga sudah membahas tentang air liur anjing, bahkan air liur anjing ini najisnya najis mughalladzah (najis yang berat). Makanya membasuhnya harus 7 kali yang salah satunya dicampuri dengan tanah atau pasir atau debu.

Kelima, tentang daging babi. Disebutkan di dalam ayat di dalam Al-Qur’an:

أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ

Atau daging babi karena sesungguhnya daging babi itu najis” (QS. Al-An’am[6]: 145)

Keenam, tentang bangkai. Bangkai juga banyak dalil yang menunjukkan kenajisannya, diantaranya yang kita sebutkan kemarin adalah hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ

“Kulit bangkai yang disamak, maka dia menjadi suci.” (HR. Ibnu Majah)

Dari hadits ini kita pahami berarti sebelum disamak hukumnya najis. Kalau kulitnya najis, berarti semua bagian dari bangkai itu juga najis. Dan dikecualikan kemarin tiga bangkai:

  1. Bangkai ikan, ada dalil yang menunjukkan bahwa bangkai ikan itu dihalalkan. Kalau halal untuk dimakan berarti suci, bukan sebaliknya, tidak semua yang diharamkan itu najis. Kaidah-kaidah seperti ini harus kita pahami dengan baik. Semua yang halal dimakan itu pasti suci, tidak semua yang haram dimakan itu najis. Semua yang najis, haram dimakan. Tidak semua yang suci, halal dimakan.
  2. Bangkai belalang,
  3. Bangkai hewan yang dikatakan oleh para ulama hewan yang tidak mempunyai darah yang mengalir. Kalau dibahasakan dengan lebih sederhana  mungkin hewan-hewan kecil. Matanya para ulama ketika mencontohkan hewan-hewan ini mereka menyebutkan semut, lebah, lalat, kupu-kupu, mungkin kecoa masuk di sini juga, hewan-hewan serangga yang kecil bisa masuk dalam kategori hewan yang tidak punya darah yang mengalir, ini istilahnya orang dizaman dahulu. Istilah “tidak punya darah mengalir” ini secara sekilas, bukan secara keilmuan di zaman ini yang sudah sangat detail, yang tidak kelihatan darah mengalir pun sebenarnya ada darah yang mengalir di tubuh hewan itu. Tapi ini istilah orang-orang dizaman dahulu yang menghukum sesuatu secara sekilas saja.

Kemudian dikecualikan dari najisnya bangkai -ini menurut sebagian ulama dan ini yang ana lihat dalilnya lebih kuat- tulang, tanduk, kuku, rambut, bulu (seperti bulu ayam), ini dikeculaikan dari najisnya bangkai. Dan ini kemarin sudah saya bahas kenapa dikecualikan dari kenajisan bangkai, karena ini adalah benda-benda yang dianggap kering, jadi tidak perlu dibersihkan seperti kulit yang harus disamak. Kulit bangkai bisa kita manfaatkan, tapi harus disamak dahulu, dibersihkan dahulu dari kotoran-kotoran berupa gajihnya, berupa daging yang melekat di situ, ini harus dibersihkan dahulu sampai dia benar-benar bersih, benar-benar murni kulit yang bisa kering tersebut. Sehingga kulit yang asalnya tadi najis karena ada beberapa bagian yang bukan kulit yang menempel di situ, sekarang menjadi suci setelah bagian-bagian itu hilang. Dan pada tulang, tidak ada bagian-bagian itu. Kalau ada berarti harus dibersihkan juga bagian-bagian itu. Begitu pula di rambut bangkai, tanduk bangkai, kuku bangkai. Dan di sini disebutkan bahwa Imam Bukhari Rahimahullahu Ta’ala di dalam kitab shahihnya mengatakan, Imam Az-Zuhri mengatakan:

في عِظَامِ الْمَوْتَى نَحْوَ الْفِيلِ وَغَيْرِهِ: “أَدْرَكْتُ نَاسًا مِنْ سَلَفِ الْعُلَمَاءِ يَمْتَشِطُونَ بِهَا، وَيَدَّهِنُونَ فِيهَا، لا يَرَوْنَ فيها بَأْسًا”

“Yang berkaitan dengan tulangnya bangkai, seperti tulangnya gajah ataupun yang lain: ‘Aku telah mendapati banyak orang dari para ulama salaf mereka menggunakan tulang-tulang dari gajah ataupun hewan yang semisalnya untuk sisir rambut, mereka tidak menganggap itu sesuatu yang buruk.`”

Hal ini berarti dibolehkan. Mereka memandang hal tersebut tidak apa-apa sama sekali, ini menunjukkan bahwa orang-orang dahulu banyak yang menggunakan tulang bangkai sebagai sisir mereka. Dan ini menunjukkan bahwa mereka menganggap bahwa tulang bangkai itu tidak najis. Dan di sini kata-katanya: “Dari para ulama Salaf.”

Organ yang terpisah dari hewan

ما قُطع من الحيوان الحي

Termasuk diantara sesuatu yang dijelaskan kenajisannya oleh dalil syariat adalah organ yang terpisah dari hewan sedangkan hewannya masih hidup. Maka ini dihukumi sebagai bangkai dan bangkai itu najis. Ketika organ yang terpisah dari hewan dihukumi sebagai bangkai, maka itu menunjukkan bahwa organ yang terpisah itu hukumnya najis. Karena hukumnya mengambil hukum bangkai. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ ، فَهُوَ مَيْتَةٌ

“Organ yang terpisah dari hewan yang masih hidup, maka dia adalah bangkai.” (HR. Tirmidzi)

Sehingga ini menunjukkan bahwa bagian tersebut menjadi najis. Seperti misalnya ada kambing kemudian dipotong telinganya dalam keadaan dia masih hidup, maka potongan telinga itu hukumnya adalah hukum bangkai, sehingga itu menjadi najis. Kalau misalnya ada sapi lalu ekornya dipotong sebagian dalam keadaan sapi masih hidup, maka potongan ekor sapi itu dihukumi sebagai bangkai. Dan bangkai jelas dihukumi sebagai sesuatu yang najis oleh syariat.

Daging hewan yang haram dimakan

Daging hewan yang haram dimakan, maka ini najis. Hal ini karena daging ini kalau diambil dalam keadaan hewannya masih hidup, masuk kepada organ yang terpisah dari hewan yang masih hidup, maka dihukumi sebagai bangkai.

Kemungkinan yang kedua adalah daging tersebut diambil setelah hewan tersebut mati. Kalau matinya tanpa disembelih, maka ini jelas bangkai. Kalau matinya disembelih, maka jadi bangkai juga, karena dia tidak boleh dimakan. Sehingga sembelihan untuk hewan tersebut tidak berguna sama sekali. Disembeli atau tidak disembelih tetap haram dimakan. Makanya disembelih atau tidak disembelih dihukumi sebagai bangkai.

Kalau misalnya ada orang menyembelih singa, sedangkan singa itu haram dimakan, maka bukan berarti dagingnya menjadi halal dimakan. Dagingnya tetap haram dimakan.

كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ

“Hewan buas yang punya taring maka hukumnya haram dimakan.”

Dari sini kita ketahui bahwa sembelihannya tidak bermanfaat sama sekali. Kalau sembelihannya tidak bermanfaat sama sekali, maka seakan-akan hewan tersebut belum disembelih, kalau hewan tersebut belum disembelih maka hukumnya adalah bangkai. Makanya daging hewan yang haram dimakan itu hukumnya najis. Karena baik diambil ketika hewan tersebut masih hidup atau sudah mati sama-sama semuanya masuk dalam kategori bangkai.

Dalilnya adalah yang tadi kita sebutkan secara logis dan dihubungkan dengan dalil berupa nash atau hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dalil yang kedua hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, beliau pernah mengatakan: “Kami mendapatkan daging keledai ketika perang khaibar, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memanggil-manggil dengan suara yang tinggi:

إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يَنْهَاكُمْ عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ ؛ فَإِنَّهَا رِجْسٌ

“Sesungguhnya Allah dan RasulNya melarang kalian memakan daging-daging keledai; karena sesungguhya daging-daging keledai itu najis.” (HR. An-Nasa’i)

Ketika daging keledai najis dan kita tahu bahwa keledai itu dagingnya haram dimakan. Maka semua daging dari hewan yang haram dimakan, hukumnya mengambil hukum daging keledai, itu menjadi najis.

Simak penjelasan lengkapnya..

Download mp3 Kajian Tentang Hal-Hal Yang Dijelaskan Kenajisannya Oleh Dalil Syariat


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48678-hal-hal-yang-dijelaskan-kenajisannya-oleh-dalil-syariat/